Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Lemdiklat Polri Mengajarkan : Polisi Lalu Lintas (Polantas) Yang Presisi


Catatan : Komjen Pol. Prof. Dr. Chryshnanda Dwilaksana, M. Si. (Kalemdiklat Polri)

Amanat UU No. 22 Tahun 2009 tentang LLAJ adalah bagaimana untuk: 
1. Mewujudkan dan memelihara keamanan, keselamatan dan kelancaran serta ketertiban berlalu lintas (kamseltibcar lantas); 
2. Meningkatkan kualitas keselamatan dan menurunkan tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas;
3. Membangun budaya tertib berlalu lintas; 
4. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik di bidang LLAJ. 
Ke 4 point di atas merupakan hal yang kompleks dan tidak bisa ditangani oleh polantas sendiri, melainkan sinergitas antar pemangku kepentingan menjadi sangat mendasar dalam menemukan akar masalah, dan solusinya yang diterima dan dijalankan oleh semua pihak.
Makna mewujudkan dan memelihara kamseltibcar lantas adalah memahami kalau lalu lintas merupakan urat nadi kehidupan. Yang berarti bahwa dalam suatu masyarakat untuk mempertahankan hidupnya dan untuk dapat tumbuh dan berkembang diperlukan adanya produktivitas. untuk menghasilan produktivitas diperlukan adanya aktivitas-aktivitas. Dalam masyarakat yang modern aktivitas-aktivitas tersebut melalui jalan sebagai bentuk aktivitas berlalu lintas.
Makna meningkatkan kualitas keselamatan dan menurunkan tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas adalah : untuk menyatakan bahwa manusia sebagai aset utama bangsa yang wajib dijaga/ dilindungi keselamatanya. Proses melindungi dan menjaga serta meningkatkan kualitas keselamatan bagi manusia melalui program road safety : 1. Road Safety Management, 2. Safer Road, 3. Safer Vehicle, 4. Safer People dan 5. Post Crash. Kelima program tersebut dijabarkan dalam berbagai aktifitas yang bervariasi dengan prinsip keselamatan adalah yang pertama dan utama.
Makna membangun budaya tertib berlalu lintas adalah merupakan kegiatan mentransformasi nilai-nilai, pengetahuan dan sebagainya untuk menanamkan bahwa keselamatan dimulai dari dirisendiri dengan penuh kesadaran untuk patuh dan taat kepada hukum.
Makna meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik di bidang LLAJ adalah mewujudkan pelayanan yang prima. Yang berarti pelayanan kepada publik di bidang kamseltibcarlantas dapat dirasakan oleh masyarakat sebagai pelayanan yang cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses. Ini merupakan wujud dari modernitas, atau sistem-sistem online yang berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pemikiran-pemikiran di atas untuk menguatkan pemahaman akan makna lalu lintas sebagai : 1) urat nadi kehidupan, 2) cermin budaya bangsa, 3) cermin tingkat modernitas. Semua itu diperlukan polantas yang profesional (ahli dibidang LLAJ), cerdas (kreatif dan inovatif), bermoral (dasarnya pada kesadaran, tanggung jawab dan disiplin), dan modern (berbasis IT). 
Polantas sebagai etalase Polri sudah selayaknya menjadi ikon dari sebuah kota, ikon keselamatan dan ikon kemanusiaan.
Permasalahan-permasalahan tersebut tampaknya merupakan puncak gunung es yang tentu saja di bawahnya makin kompleks dan mengandung potensi terjadinya gangguan nyata. Padahal, peran dan fungsi Polantas dalam menangani lalu lintas mengacu pada UU Nomor 22 Tahun 2009:
1.Edukasi.
2.Rekayasa lalu lintas.
3.Penegakan hukum. 
4.Registrasi dan identifikasi pengemudi dan kendaraan bermotor. 
5.Pusat K3I (komunikasi, koodinasi, kodal dan informasi).  
6.Koordinator pemangku kepentingan lainya. 
7.Rekomendasi dan koreksi atas dampak lalu lintas. 
8.Koordinator pengawas PPNS (penyidik pegawai negeri sipil).
Hal di atas merupakan pengkategorian kinerja polantas yang dijabarkan dalam bagian, satuan, yang bertingkat-tingkat dan bervariasi. Lalu,  apa landasan manajemen dan operasional Polantas ke depan dalam menangani masalah-masalah lalu lintas yang semakin kompleks?
1.Menanamkan core value sebagai penjaga kehidupan, pembangun peradaban, dan pejuang kemanusiaan sekaligus. 
2.Membangun karakter Polantas yang profesional, cerdas, modern, dan bermoral dalam masyarakat yang demokratis.
3.Menyiapkan dan meningkatkan kualitas SDM yang berbasis kompetensi.
4.Membangun pemolisian pada Polantas yang berbasis IT
5.Mengimplementasikan model Polmas dalam penyelenggaraan tugasnya.
6.Membangun jejaring dan kemitraan dengan pemangku kepentingan dalam mewujudkan kamseltibcarlantas.
7.Membangun birokrasi yang rasional dan modern
8.Membangun sistem kepemimpinan yang transformatif.
9.Menyelenggarakan kaderisasi yang baik
10.Membangun pencitraaan dan kepercayaan (trust and image building).
Menjadi polisi yang profesional, cerdas, bermoral dan modern merupakan proses panjang yang setidaknya dimulai dari pemikiran-pemikiran visioner yang luar biasa atau berbeda dengan pemikiran-pemikiran pada umumnya dalam birokrasi yang rasional (berdasar pada kompetensi), kepemimpinan yang visioner, transformasional dan problem solving dalam membangun model pemolisian di era digital dengan berbasis pada sistem online (Electronic Policing). Selain itu juga diawaki SDM yang profesional yang memiliki atitude yang baik dan sebagai pekerja keras dan pembelajar serta mind set sebagai Polisi ideal (penjaga kehidupan, pembangun peradaban dan pejuang kemanusiaan sekaligus). Hal ini ditunjukkan pada birokrasi yang mempunyai Tata Kelola Lembaga Prima ( National Class Institution) yang memiliki program-program unggulan yang inspiratif, inovatif, kreatif serta dinamis untuk senantiasa mampu belajar dan memperbaiki kesalahan masa lalu, siap menghadapi tuntutan, kebutuhan tantangan, ancaman serta harapan masa kini, mampu menyiapkan masa depan yang lebih baik. Dukungan infrastuktur dengan teknologi yang modern masih dapat memberikan pelayanan yang cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses. Yang perlu menjadi perhatian juga dalam penganggaran yang terus diperbaiki nilai sejak perencanaan, monitor dan evaluasi untuk senantiasa dapat meningkatkan kualitas penyelenggaraan tugas-tugas kepolisian. Dengan demikian dapat mendukung terwujud dan terpeliharanya stabilitas keamanan dalam negeri.
Keberhasilan mengubah pola pikir dan budaya Polisi terletak pada  edukasi yang berkualitas, kepemimpinan yang tegas, penegakan hukum yang konsisten, serta sikap yang transparan dan akuntabel. Tidak mudah memang.  Namun langkah pertama harus dilakukan untuk sampai pada langkah ke seribu. Kritik memang bisa menjadi cermin, namun cermin sekarang ini ada yang dengan kaca cembung atau cekung sehinga tidak nampak seperti apa aslinya. Kritikan-kritikan pun bisa masuk angin, asal jangan pula yang dikritik ikut masuk angin. Ambil saja hikmahnya buang dongkolnya dan jadikan bahan refleksi dan introspeksi diri.
Revolusi mental pada polantas adalah cara membangun polantas yang profesional, cerdas, bermoral dan modern guna mewujudkan dan memelihara kamseltibcar lantas, meningkatnya kualitas keselamatan, menurunnya tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas, membangun budaya tertib berlalu lintas, meningkatkan kualitas pelayanan di bidang LLAJ. Indikator-indikator yang menjadi pedoman/ acuan bagi polantas dalam mencapai tujuanya :
1.Terbangunya sistem-sistem pengamanan dan pelayanan keselamatan yang terpadu dan sinergis dalam bentuk adanya koneksi/ online/ terhubung satu dengan lainnya. Yang dioperasionalkan sebagai pusat k3I (komando dan pengendalian, komunikasi, koordinasi dan informasi) melalui back office, adanya aplikasi-aplikasi pelayanan kamseltibcarlantas yang berkualitas prima (cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses).
2.Terbangunya sistem-sistem jaringan baik secara elektronik atau manual yang mendukung implementasi aplikasi-aplikasi pelayanan kepolisian di bidang LLAJ  dapat dikategorikan dalam: 
a. Pelayanan administrasi.  Yang dikategorikan pelayanan administrasi adalah berkaitan dengan pemberian surat keterangan kepolisian sebagai jaminan legitimasi atas keabsahan dan kebenaran atas apa yang disampaikan/ dijelaskan dalam surat tersebut.
b. Pelayanan keamanan adalah Pelayanan yang berkaitan dengan tindakan kepolisian baik dengan/ tanpa upaya paksa baik secara langsung/ melalui media untuk mewujudkan dan memelihara keamanan dan rasa aman masyarakat.
c. Pelayanan keselamatan adalah pelayanan yang berkaitan dengan tindakan kepolisian baik dengan/ tanpa upaya paksa baik secara langsung/ melalui media untuk mewujudkan dan memelihara keselamatan, meningkatkan kualitas keselamatan dan menurunkan tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas.
d. Pelayanan hukum adalah tindakan kepolisian baik dengan/ tanpa upaya paksa baik secara langsung/ melalui media untuk membangun peradaban. Dalam menegakkan hukum Polisi juga sebagai penegak keadilan, aturan dan sistem-sistem yang dibuat untuk mengawasi  bukan untuk menakut nakuti.
e. Pelayanan kemanusiaan adalah tindakan-tindakan kepolisian yang dapat dikategorikan sebagai upaya-upaya mengangkat harkat dan martabat manusia/ dapat dikategorikan sebagai pejuang kemanusiaan.
f. Pelayanan informasi adalah pelayanan kepolisian untuk memberikan pencerahan, memotivasi, memberitahu hal baru dan mendorong orang lain berbuat baik.
3.Terbangunnya SDM polantas yang memiliki integritas dan berkarakter yang dapat ditunjukan sistem-sistem yang dibangun dengan berbasis kompetensi, memiliki komitmen, dan keunggulan. Untuk membangun SDM yang berkarakter (berbasis kompetensi, memiliki komitmen, dan mampu diunggulkan/ memiliki keunggulan).
4.Dalam implementasinya dapat dilihat dari kepemimpinan, administrasi, operasional dan capacity buildingnya yang dapat di tunjukan dengan adanya : a. Political will dari pimpinan, b. Komitment moral dari para pemimpinya; c. Berpedoman pada SOP yang berisi job description, job analysis, standardisasi keberhasilan tugas, sistem penilaian kinerja , sistem reward dan punishment serta adanya etika kerja (apa yang harus diakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan), d. Menempatkan orang-orang yang berkarakter dan bersemangat sebagai ikon dan agent of change yang akan menjadi penjuru 200 perubahan, e. Siapnya master-master trainer yang akan membentuk dan melatih trainer-trainer pada tingkat Polda dan Polres, f. Siapnya tim transformasi sebagai tim back up/ tim kendali mutu, g. Terbangunnya sistem-sistem penelitian/ pengkajian dan juga adanya assesment centre, h. Adanya program-program training dan coach disemua fungsi, bagian dan lini,  i. Adanya program-program unggulan, j. Adanya pilot project, k. Adanya sistem-sistem untuk monitoring dan evaluasi melalui back office (untuk membangun SOP menjadi sistem elektronik melalui SMK (Sistem Manajemen Kinerja), I. Program-program kaderisasi, m. Terbangunnya  posisi-posisi fungsional nonstruktural seperti: 1) Safety Riding dan Driving Centre, 2) Security Training Centre, Pusat sekolah penyidik dan Sekolah-sekolah tinggi ilmu kepolisian.
5.Merencanakan dan menyiapkan  bagi polantas dalam era digital dengan menerapkan E-Policing pada fungsi lalu lintas melalui ERI, SDC, SSC. Pemolisian di bidang lalu lintas perlu membuat model pemolisian yang merupakan penjabaran dari E-Policing dan sebagai strategi membangun pemolisian di era digital yang mencakup :
a. ERI (Electronic Regident) adalah sistem pendataan Regident secara elektronik yang dikerjakan pada bagian BPKB sebagai landasan keabsahan kepemilikan dan asa usul kendaraan bermotor. Yang dilanjutkan pada bagian STNK dan TNKB sebagai legitimasi pengoperasionalan. TNKB dapat dibangun melalui ANPR (automatic number plate recognation). Dari database kendaraan yang dibangun secara elektronik akan saling berkaitan dengan fungsi kontrol dan forensik kepolisian serta memberikan pelayanan prima. Dari ERI ini dapat dikembangkan menjadi program-program pembatasan pengoperasionalan kendaraan bermotor seperti ERP (Electronic Road Pricing), ETC (Electronic Toll Collect), e-parking, e-banking (bisa menerobos/memangkas birokrasi samsat), ELE (Electronic Law Enforcement).
b. SDC (Safety Driving Centre) adalah sistem yang dibangun untuk menangani pengemudi dan calon pengemudi kaitannya dengan SIM dengan sistem-sistem elektronik. Dengan sistem ini akan terkait dengan ERI (yang bisa dikembangkan dalam RIC/regident centre), yang bisa digunakan sebagai bagian dari fungsi dasar regident (memberi jaminan legitimasi (kompetensi untuk SIM), fungsi kontrol, forensik kepolisian dan pelayanan prima kepolisian).
c. SSC (Safety and Security Centre) merupakan sistem-sistem elektronik yang mengakomodir pelayanan kepolisian dibidang lalu lintas khususnya yang berkaitan dengan keamanan dan keselamatan, yang diselenggarakan oleh Subdit Gakkum, Dikyasa, dan Subdit Kamsel. Dari sistem data dan sistem-sistem  jaringan informasi yang akan dapat dikerjakan oleh TMC (Traffic Management Centre).
d. TMC (Traffic Management Centre) merupakan pusat k3I (komando pengendalian, komunikasi, koordinasi dan informasi) guna memberikan pelayanan cepat (quick response time) yang dapat mengedepankan Sat PJR, Sat Pamwal, Sat Gatur bahkan petugas-petugas Satlantas tingkat Polres maupun Polsek.
e. Sistem Manajemen Kinerja (SMK)
Kinerja dari sebuah institusi sekarang ini begitu diperlukan namun sebaliknya juga dituntut profesional berdasarkan kompetensi atau kemampuan. Sekarang ini kinerja institusi-institusi masih bersifat parsial, konvensional, bahkan pendekatan-pendekatan personal masih ditumbuhkembangkan. Sistem like dan dislike  masih menjadi salah satu bagian yang dominan dalam penilaian kinerja.
Sering dikatakan untuk jabatan-jabatan tertentu menjadi hak prerogatif pimpinan. Hak prerogatif dalam jabatan karier saya kira tidak ada, karena hak itu adalah hak jabatan politik, seperti hak presiden dalam menyusun kabinet atau dalam memilih menteri-materinya. Walaupun pimpinan boleh mengambil keputusan atau kebijakan, namun semua sudah melalui proses atau mekanisme yang sudah diatur dalam Standar Operation Procedure (S0P).
Pada kenyataanya banyak pimpinan mengambil keputusan berdasarkan kemaunnya sendiri. Dia mengabaikan SOP sehingga banyak keputusan dibuat secara lisan. Yang diperintahkanya pun orang-orang pilihannya, kerabatnya, dan sekampung dengannya.
 Kinerja yang profesional didasarkan pada job description dan job analysis. Setiap kegiatan ditentukan standar keberhasilanya. Ada pula point-point penilaian kinerja yang didasarkan pada proses dan produknya. Bagian-bagian yang produktif, inovatif, dan kreatif diberi penghargaan. Bagi yang tidak produktif akan diberikan sanksi atau tindakan sebagai hukuman.
Dalam membangun sistem kinerja diperlukan manajemen dan kepemimpinan. Artinya, ada sistem yang saling mendukung dan saling terkait satu dengan yang lainya. Untuk menentukan keakurasianya, obyektifitas, dan akuntabilitasnya dibangun dengan sistem-sistem yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian, sistem tidak lagi bergantung pada siapa tetapi bergantung pada apa yang dikerjakanya. Namun demikian, dalam membangun sistem  yang profesional diperlukan kepemimpinan  berikut. 
1.Mempunyai visi untuk memajukan institusi yang dipimpin menjadi institusi unggulan yang profesional. Tanpa suatu keinginan untuk memajukan bisa dipastikan institusi yang dipimpinya jalan di tempat, mundur, atau hancur.
2.Mempunyai keberanian untuk melakukan perubahan yang lebih baik. Pemimpin yang tidak mempunai spirit dalam perubahan biasanya akan menjadi safety player yang tega mengorbankan institusi dan anak buahnya.
3.Mempunyai keberanian mengambil risiko dalam menentukan kebijakan, termasuk mempertanggungjawabkan tindakanya demi kemajuan atau peningkatan profesionalisme.
4.Bersikap rela dan berani berkorban terlebih dahulu untuk memajukan dan membangun institusi yang dipimpin serta rela berbagai previlage-nya demi kemajuan institusi.
5.Mampu melakukan transformasi (mentrasfer kepandaian, ketrampilan, pengetahuan, kesadaran dan tanggung jawab kepada anak buahnya).
6.Mampu menciptakan suasana dan iklim bekerja yang penuh semangat dan menjadikan organisasi sebagaiorganisasi pembelajar.
7.Pembangunan teknologi polantas baik untuk perorangan, kelompok maupun kesatuan yang dikendalikan dari back office Teknologi kepolisian dapat dibangun untuk :
a. Tugas-tugas bidang administrasi antara lain : sistem pendataan, sistem surat menyurat dan dokumentasi, sistem penilaian kinerja, sistem pelaporan, sistem perencanaan, sistem pengawasan dan sebagainya.
b. Tugas-tugas bidang operasional antara lain: sistem pemetaan dan pendataan (wilayah, potensi, dan masalah), komunikasi, komando dan pengendalian, koordinasi, sistem informasi aktual, pendataan, pelaporan, analisa, kecepatan penangan TKP, penerimaan laporan dan pengaduan, integrasi dengan antar fungsi maupun dengan petugas-petugas lain di luar kepolisian, sistem edukasi, sistem pengujian SIM, sistem penegakkan hukum, sistem penjagaan, pengaturan, pengawalan, patroli dan pelayanan-pelayanan kepolisian lainnya.
c. Sistem-sistem pendukung antara lain: forensik kepolisian yaitu kedokteran forensik, psikologi forensik, kimia forensik, fisika forensik, daktiloskopi forensik dan sebagainya.
d. Membangun wadah kemitraan dengan pemangku kepentingan lainya sehingga dapat lebih intens tapi terganggu terbatasnya ruang dan waktu.
Teknologi kepolisian merupakan jawaban untuk menjadikan kepolisian profesional, cerdas bermoral dan modern. Program-programnya dapat dikatakan sebagai cermin dari bentuk inisiatif anti korupsi, reformasi birokrasi dan terobosan-terobosan kreatif. Teknologi kepolisian juga menjadi pilar untuk mewujudkan harapan menjadi kenyataan. Cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses.
8.Anggaran berbasis kinerja dengan berbagai terobosan-terobosan melalui PNBP (Pelayanan-pelayanan polantas, elaborasi ERI dengan program-program pemerintah, kerjasama dengan berbagai pihak dalam penerapan program-program unggulan polantas (pembangunan sekolah mengemudi dan sebagainya).
9.Program-program unggulan polantas sebagai bentuk pelayanan prima, trust building dan networking. Program-program unggulan polantas dapat sebagai penyiapan dan implementasi pemolisian di era digital (e-policing).
10.Mengembangkan sistem pemolisian dalam pendekatan pengorganisasian yang berbasis wilayah, berbasis kepentingan dan berbasis penanganan dampak masalah. Pemolisian (policing) adalah segala usaha/upaya yang dilakukan oleh petugas polisi secara profesional pada tingkat manajemen maupun operasional, dengan/ tanpa upaya paksa untuk mewujudkan dan memelihara keamanan, rasa aman maupun keteraturan sosial. 
Secara garis besar pemolisian dapat digolongkan sebagai pemolisian yang konvensional dan pemolisian kontemporer (kekinian). Pemolisian yang konvensional lebih mengedepankan penegakkan hukum, memerangi kejahatan, yang bersifat reaktif. Penyelenggaraanya banyak yang manual, parsial dan temporer. Sedangkan pemolisian yang kontemporer/ kekinian dilaksanakan secara proaktif, mengedepankan tindakan pencegahan, membangun kemitraan. Pola implementasinya juga menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memberikan pelayanan yang prima (cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses). Yang dikenal sebagai community policing/ Polmas.
Model implementasi community policing/ Polmas sekarang ini adalah: 1. Berbasis wilayah (ada batas-batas geografi yang jelas) ini diselenggarakan dari Mabes, Polda, Polres, Polsek, Subsektor sampai dengan petugas Babinkamtbmas; 2. Berbasis kepentingan (tidak ada batas yang jelas disatukan oleh kepentingan-kepentingan) dilaksanakan oleh fungsi-fungsi teknis kepolisian maupun oleh fungsi-fungsi pendukungnya; Model pemolisian yang berbasis wilayah dengan yang berbasis kepentingan ini saling terkait dan merupakan satu bagian sistem yang terintegrasi; 3. Pada implementasi pemolisian sebenarnya masih ada model yang dapat dibangun yaitu pemolisian yang berbasis dampak masalah. Karena kepentingan-kepentingan didalamnya bukan bagian dari urusan kepolisian namun ketika menjadi masalah dampaknya akan mengganggu, mengancan, merusak bahkan bisa mematikan produktivitas. Di sinilah core dari model pemolisian yang berbasis dampak masalah yang penangananya diperlukan keterpaduan/ integrasi dari pemangku kepentiungan ataupun antar satuan fungsi. Dengan membangun model pemolisian yang berbasis dampak masalah akan dapat menjadi wadah untuk mensinergikan, mengharmonikan dalam menangani berbagai masalah (ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, keamanan bahkan pertahanan) sehingga mendapatkan solusi-solusi tepat yang dapat diterima semua pihak dapat digunakan untuk pra, saat maupun pasca. Keterpaduan inilah yang menjadi kecepatan, ketepatan bahkan kekuatan sosial dan akan juga menjadi ketahanan nasional dalam menghadapi berbagai dampak masalah bahkan dampak globalisasi.
11.Penyiapan kepemimpinan yang transformasional melalui pendidikan, pelatihan agar memiliki kepekaan dan kepedulian. Peka dalam konteks kepolisian dapat dipahami adanya kemampuan deteksi dini, kemampuan memprediksi bahkan menyiapkan pola-pola pemolisianya yang tepat untuk mewujudkan dan memelihara keteraturan. Kepekaan merupakan cermin dari skill dan knowledge yang dimiliki oleh para petugas secara perorangan maupun dalam institusi . Institusi menjadi peka karena memiliki sistem-sistem yang kreatif , inovatif dan dinamis yang setiap saat mampu berubah mengkuti bahkan melampaui perkembangan jaman. Yang berarti sebagai institusi  pembelajar.
Sedangkan kepedulian merupakan sikap empati yang atas dasar kesadaran, tanggungjawab dan dikerjakan dengan ketulusan hati dan tentu saja disiplin. Pada konteks polisi dan pemolisianya kepedulian dapat dipahami adanya empati terhadap kemanusiaan. Yaitu mengangkat harkat dan martabat manusia. Memajukan, menyadarkan, mengedukasi, melayani, menolong, menjembatani bahkan membeberkan segala sumberdaya yang ada untuk optimalnya kemajuan/ terwujud serta terpeliharanya keamanan dan rasa aman serta keselamatan  dalam masyarakat.
Bagaimana membangun kepekaan dan kepedulian? Peka dan peduli merupakan suatu karakter unggul yang dasarnya adalah pada edukasi. Karena edukasi yang berkarakter tidak hanya mengajarkan tetapi juga menyadarkan. Membangun institusi pembelajar merupakan fondasi yang harus dibangun dengan kuat untuk dijadikan acuan/ pijakan bagi implementasi pemolisianya baik untuk kepemimpinanya, administrasi, operasional maupun capacity building.
Selain itu juga perlu adanya, integritas, komitment, konsistensi dan kebersinambungan dalam membangun institusi pembelajar tadi. Saat-saat transisi diperlukan sosok pemimpin dengan kepemimpinanya yang tangguh, yaitu pemimpin yang transformatif. Pemimpin yang transformatif adalah pemmpin yang patut diteladani, baik otaknya yang visioner, wawasanya yang luas, mimpi-mimpi dan kreatifitasnya, kepekaan dan kepedulianya untuk berani berkorban dan dengan tulus iklas demi keunggulan, kemajuan institusi yang dipimpinya, maupun masyarakat yang dilayaninya.
12.Meningkatnya Kualitas Keselamatan dan Menurunya tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas
Memahami dan menjabarkan makna meningkatnya Kualitas Keselamatan dan menurunya tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas adalah dilihat dari analisa : 1.data kecelakaan, 2. hasil penyidikan laka lantas, 3. analisa atas laporan program dan kegiatan yang berkaitan dengan kamseltibcarlantas. Meningkatnya kualitas keselamatan dan menurunnya tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain :
a. Kebijakan-kebijakan yang mendukung dan mendorong keselamatan sebagai yang pertama dan utama.
b. Tingkat profesionalisme petugas polisi maupun para pemangku kepentingan lainya.
c. Kualitas dan kuantitas infrastruktur dan sistem-sistem pendukungnya.
d. Program-program keselamatan yang dilakukan baik secara preemtif, preventif hingga represif.
e. Sistem edukasi/pendidikan keselamatan.
f. Sistem pengujian SIM yang memenuhi standar kompetensi untuk safety.
g. Petugas-petugas yang profesional, yang memenuhi standar kompetensi baik sebagai penyidik, penguji SIM, petugas-petugas turjawali.
h. Tingkat kesdaran pengguna jalan yang ditunjukan dari perilaku patuh hukum.
i. Teratasi/tertangani berbagai masalah kamseltibcarlantas dengan cepat, tepat, akurat, transparan dan akuntabel (quick response time).
j. Penegakkan hukum yang mampu menindak tegas pelanggaran-pelanggaran yang menjadi pemicu terjadinya kecelakaan lalu lintas.
k. Tingkat kepekaan dan kepedulian para pemangku kepentingan dalam menangani masalah keselamatan.

12 indikator tersebut dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan yang terukur dan dapat dilihat hasilnya serta ada bukti-bukti nyata secara konseptual, maupun pada implementasinya Mahir, Terpuji, Patuh hukum dan unggul.